Selasa, 04 Januari 2011

Pidana


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Di dalam kitap undang- undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana pembuatan cabul terhadap anak, salah satunya diataur dalam pasal 290 sub 2 e yang berbunyi , “dihukum penjara selama- lamanya tujuh tahun, barang siapa melakukan pembuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umumnya, bahwa orang itu belum masa buat kawin”.
Pembuatan cabul terhadap anak sering terjadi, tetapi sulit terungkap, bahkan hal ini baru terungkap kali terjadi dan ada pula sampai bertahun- tahun baru terungkap. Oleh karena itu dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan kepada aparatur penegak hukum agar dapat mengusut kasus perbuatan cabul terhadap anak secara tuntas dan menjatuhkan hukuman yang berat agar pelaku jera.
berdasarkan latar belakang dan kenyataan tersebut diatas yang menjadi permasalahan adalah:
1.      Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak  pidana perbuatan cabul terhadap anak?
2.      Apakah faktor penyebab anak perempuan cabul terhadap anak sulit terungkap?
3.      Mengapa tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak sulit terungkap?
4.      Bagaimana upaya uang telah dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak?
B.     Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak.
2.      Untuk menjelaskan faktor penyebab anak perempuan cenderung menjadi korban perbuatan cabul.
3.      Untuk menjelaskan apa yang menyebabkan perbuatan cabul terhadap anak sulity terungkap.
4.      Untuk menjelaskan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak.
C.    Metode Penilitian
1.      Lokasi dan Populasi Penelitian
a.       Lokasi Penelitian
Untuk mengupulkan data primer dilakukan penelitian lapangan yang bertempat di wilayah hukum Pengadilan Negeri Langsa. Penelitian ini dilakukan di Langsa karena akses data terhadap subjek penelitian lebih mudah dibandingkan daerah lain.
b.      Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku tindak pidana, anak sebagai korban, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Langsa, Penyelidik Polisi pada Polres Langsa, orang tua korban.


2.      Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara kelayakan (Purposive Sampling). Dari keseluruhan populasi diambil beberapa orang yang di anggap dapat mewakili keseluruhan populasi yang terdiri dari responden dan imformasi.
a.       Responden




BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUATAN CABUL, TEORI TENTANG SEBAB- SEBAB TERJADINYA KEHJAHATAN DAN PENANGGULANGANNYA

1.      Pengertian Pembuatan Cabul dan Unsur- unsurnya
Pasal 290 Kit5ab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang pembuatan cabul terhadap anak. Pasal 290 KUHP berbunyi sebagai berukut:
Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum :
1e. Barang siapa yang melakukan pembuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya bahwa orang itu pinsan atau tidak berdaya;
2e. barang siapa yang melakukan pembuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata beraoa umurnya. Bahwa orang itu belum masa buat kawin;
3e. barang siapa yang membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa ia belum masanya buat kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya pembuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tidak kawin.[1]
Sebelum diuraikan tentang unsur-unsur dari pembuatan cabul yang pengertian pembuatan cabul.
Menurut R. Soesilo dalam penjelasan Pasal 289 KUHP, yang dimaksudkan dengan cabul adalah segala perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium- ciuman, maraba- raba anggota kemaluan, maraba-raba buah dada dan sebagainya. Persetubuhan termasuk pula dalam pengertian pembuatan cabul akan tetapi dalam Undang- undang disebutkan tersendiri. Dalam pengertian itu berarti segala perbuatan apabla itu telah dianggap melanggar kesopanan/ kesusilaan, dapat dimakkan sebagai perbuatan cabul.
Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan pemaksaan atau tampa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan menimbulkan perlukaan dan berkaitan trauma emosi yang dalam bagi perempuan.
Untuk dapat menyatakan seseorang bersalah telah melakukan perbuatan cabul yang melanggar pasal 290 KUHP maka harus memenuhi unsur- unsur sebagai berikut:
Unsur-unsur pasal 290 sub 1 e.
a.       Unsur objektif:
1.      Barang siapa ;
2.      Melakukan pencabulan dengan seseorang;
b.      Unsur Subyektif:
Diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
Ada unsur- unsur obejktif, yaitu ;
1.      Barang siapa
Yang dimaksud dengan perkataan barang siapa adalah menunjukkan bahwa siap saja yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dimaksud di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal sub 1 e KUHP, maka ia dapat disebut sebagai palaku dari tidak pidana tersebut.
2.      Melakukan pencabulan dengan seseorang
Yang dimaksud dengan malakukan pembuatan cabul adalah melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium- ciuman, meraba- raba anggota kemaluan, meraba- raba, buah dada dan sebagainya.
Ad.b. Unsur Subjektif
Diketahuinya bahwa orang itu pinsan atau tidak berdaya.
Bahwanya seseorang berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya harus diketahui oleh pelaku.
Yang dimaksud dengan pinsan adalah berada dalam keadaan tidak dasar sama sekali, sehingga ia tidak dapat mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Yang dimaksud dengan tidak berdaya ialah bahwa ia terjadi pada dirinya. Yang dimaksud dengan tidak berdaya ialah bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa, kendari ia mengetahui apa yang terjadi pada dirinya.
Tidak berdaya artinya tidak mempeunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikipun, misalnya mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar, memberikan suntikan, sehingga orang itu lumpuh.
 Unsur-unsur pasal 290sub 2e
a.       Unsur Objektif:
1.      Barang siapa;
2.      Melakukan pembuatan cabul dengan seseorang;
b.      Unsur Subjektif:
1.      Diketahui atau patut harus sisangkanya bahwa orang itu belum cukup 15 (lima belas) tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya buat dikawani.
Ad.a. Unsur Objektif :
1.      Barang siapa
Yang dimaksud dengan perkataan barang siapa adalah menunjukkan bahwa siapa saja yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pindana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 290 sub KUHP, maka ia dapat sebut dari tidak pidana tersebut.
2.      Melakukan perbuatan cabul dengan seseorang
Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan cabul adalah melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopana) atau perbuatan yang keji dalam kelingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba- raba dada dan sebagainya.
Ad.b. Unsur Subjektif :
1.      Ketahui atau patut harus disangkanya bahwa umur orang itu belum cukup 15 (lima belas) tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya buat perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun. Perkawinan hanya dizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita umur 16 tahun dengan kemungkinan meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pria maupun wanita.
Unsur-unsur pasal 290 sub 3e
a.       Unsur Objektif:
1.      Barang siapa
2.      Membujuk (menggoda) seseorang
3.      Untuk melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada kawin.
b.      Unsur Subjektif:
1.      Diketahui atau patut harus disangkanya bahwa orang itu belum cukup 15 (lima belas) tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya. Bahwa orang itu belum masanya buat dikawani.
Ad.a. Unsur Subjektif
1.      Barang Siapa
Yang dimaksud dengan perkataan batrang siapa adalah menunjukkan bahwa siapa saja yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 290 sub 2e KUHP, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari pidana tersebut.
2.      Membujuk (menggoda) seseorang
Pengertian “membujuk” tidak persyaratan dipergunakannya cara-cara tertentu agar seseorang melakukan suatu perbuatan. Hal ini dapat terjadi dengan permintaan pelaku agar dipegannya alat kelaminnya.
3.      Untuk melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada kawin.
Yang dimaksud dengan melakukan perbuatan cabul adalah malakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya.
Persetubuhan yang dimaksud disini adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seseorang yang dewasa dengan seseorang yang belum berumur 15 tahun.
Dalam pasal 82 undang-undang no.23 tahun 2002 tentang perbuatan anak juga diatur pengenai pidana yang dijatuhkan kepada pelaku perbuatan cabul terhadap anak. Bunyi pasalnya yaitu :
“setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkai kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membuarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus ribu rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000.-(enam puluh juta rupiah)
Yang dimaksud degan “anak” sebagai korban menurut pasal ini adalah anak yang usianya belum genap 15 (lima belas) tahun. Pasal ini tidak mengkualifikasikan sebagai tindak pidana apabila dilakukan dengan terhadap orang dewasa, akan tetapi sebaliknya menjadi tindak pidana karena dilakukan dengan/terhadap  anak yang belum berusia 15 (lima belas) tahun. Mengenai usia yang masih dibawah 16 (enam belas) tahun, tidak perlu diketahui oleh pelaku.
Menurut Undang- undang No.39 tahun 1999 tentang hak Azasi Manusia, anak  adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah.
Mengenai arti “belum pantas buat kawin” yaitu bahwa menurut pasal 7 Undang-undang perkawinan, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun dengan kemungkinan meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjukkan oleh kedua orang tua pria maupun wanita.
Pengertian melakukan perbuatan cabul dengan dirinya atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul terhadap dirinya atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul terhadap dirinya, yaitu melakukan perbuatan-perbuatan seks seperti mencium. Meraba- raba alat kelamin atau buah dada dan sebagainya.
D.    Teori Tentang Sebab-sebab Terjadinya Kejahatan
Ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan dan cara- cara penjegahan disebut dengan ilmu kriminologi. Menurut Sutherland seperti yang dikutip oleh B. Simanjutak, kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan tentang kejahatan yang merupakan gejala sosiologi. Kejahatan meliputi segala tingkah laku manusia walaupun tidak ditentukan oleh Undang- undang tetapi oleh masyarakat dirasakan atau ditafsirkan sebagai tingkah laku atau perbuatan yang secara paykologis dan ekonomis melukai perasaan susila dalam kehidupan bersama.
Ada beberapa teori mengenai sebab- sebab terjadinya kejahatan, antara lain :
1.       Teori Spiritual
Teori spiritual mengajarkan bahwa penyebab terjadinya suatu kejahatan ditentukan pada persoalan keharmonian, agama atau hubungan antara manusia dengan tuhan. Menurut teori ini semakin jauh hubungan seseorang dngan tuhannya melalui perantaan agama yang dianutnya maka semakin dekat pula maksud maksud seseorang untuk melakukan kejahatan.
2.      Teori Lingkungan
Teori lingkungan disebut juga dengan mazhap perancis yang dipelopori oleh seseorang sarjana Perancis yang bernama A. Lacassagne. Seperti yang dikutip oleh R. Soesilo. A. Lacassagne berpendapat bahwa penyebab dari suatu kejahatan yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling manusia yang merupakan salah satu pemberian untuk kejahatan. Adaikata si penjahat itu adalah kuman, maka ia tidak berarti apa-apa, barulah apabila kuman itu mejumpai pembenihan yaitu unsur dari luar baru ia dapat berkembang.
Kemudian A.Lacassgne menyatakan bahwa kejahatan itu terjadi disebabkan oleh:
a.       Lingkungan yang memberikan kesempatan untuk melakukan kejahatan
b.      Lingkungan pergaulan yang member contoh (teladan)
c.       Lingkungan pergaulan yang berbeda- beda
3.      Teori Kontol
Pengertian teori control sosial menunjuk kepada delinkuensi dan kejahatan dikaitkan dengan variabel-veriabel yang bersifat sosiologis; anatar lain struktur kekuluarga, pendiidkan dan kelompok dominan.
Albert J. Reiss Jr. Seperti dikutip oleh Ramli Atmasassmita membedakan dua macam control yaitu:
1)      Personal control (interbak control) adalah kemampuan seseorang menahan diri untuk tidak mencapai kebutuhan dengan cara melanggar norma- norma yang berlaku di masyarakat.
2)      Social control (eksternal control) adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga- lembaga dalam masyarakat untuk melaksanakan untuk norma-norma atau peraturan menjadi efektif.
E.     Teori-teori Tentang Penanggulangan Kejahatan
Secara Teori ada dua cara menanggulangan kejahatan, Yaitu :
1.      Penanggungan secara preventif (Pencegahan)
2.      Penanggulangan secara represif
Penanggulangan secara preventif adalah merupakan usaha pencegahan kejahatan yang dilakukan sebelum kejahatan itu terjadi. Usaha ini dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu :
a.       Cara Moralistik
Dilaksanakan dengan penyebarluasan ajaran- ajaran agama dan moral, perundangan-undangan yaitu baik dan sarana-sarana  lain yang dapat menekan nafsu untuk membuat kejahatan.
b.      Cara abolisionistik
Yaitu berupa pemberantasan, menangulangi kejahat6an dengan sebab musabnya. Umumnya kita diketahui bahwa tekanan ekonomi dan kemelarat merupakan salah satu sebab kejahatan.
Penanggulangan secara repsepsi merupakan segala tindakan penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh aparatur aparatu hukumsesudah terjadinya kejahatan, berusaha menekan jumlah kejahatan dan usaha memperbaiki pelaku kejahatan.

BAB III
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERBUATAN CABUL TERHADAP ANAK SERTA UPAYA PENANGGULANGAN
A.    Faktor Penyebab Terjadinya Perbuatan Cabul Terhadap Anak
Adapun faktor penyebab terjadinya perbuatan cabul terhadap anak : peredaran CD porno, coba-coba, adanya kesempatan. Faktor lain yaitu kekurangan iman, mengedepankan nafsu, penyalahagunaan narkoba, pengaruh minuman keras.

B.     Faktor Penyebab Tindak Pidana Perbuatan Cabul Sulit Terungkap
Pembuatan cabul terhadap anak sulit terungkap, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
1.      Takut terhadap ancaman pelaku
2.      Malu
3.      Anak takut kalau ia tidak disayang lagi setelah orang-orang tau kejadian yang menimpanya
4.      Anak belum memehami sepenuhnya apa yang terjadi pada dirinya
C.    Upaya Penanggulangan
Upaya yang di lakukan untuk menanggungi tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak yaitu upaya yang bersifat prefektif dengan memberikan penyuluhan dan pembinaan. Untuk penyuluhan, sasarannya adalah pelajar. Sedangkan pembinaan, sasaranya adalah orang yang melakukan pelanggunaan narkoba.
Penyuluhan dilakukan secara berkala tidak terputus- terputus. Sedangkan pembinaan dilakukan secara periode:
Usaha preventif lainnya yaitu :
1.      Menciptakan suasana rumah yang bebas dan nyaman yang akan mendorong anak mediskusikan segala hal dengan bebas tampa rasa takut.
2.      Anak- anak perlu tahu apa itu perbuatan cabul dan dalam penyampaian harus digunakan bahasa sederhana yang mengerti oleh anak- anak.
Sebagai orang tua, dapat melakukan upaya pencegahan yaitu selalu mengewasi anak dan tidak membiarkannya sendirian.

BAB IV
PENUTUP
Dari uraian yang telah di kemukakan pada bab-bab dikemukakan pada bab- bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan- kesimpulan sebagai berikut :
1.      Faktor penyebab terjadinya perbuatan cabul terhadap anak yang terjadinya di wilayah hukum Pengadilan Negeri Langsa adalah karena adanya kesempatan dan pengaruh nonton CD porno.
2.      Faktor penyebab anak perempuan cenderung menjadi korban perbuatan cabul aadlah karena anak perempuan lebih lemah secara fisik serta mudah ditipu daya dan karena anak perempuan mudah percaya dengan orang lain.
3.      Faktor penyebab tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak sulit terungkap yaitu karena korban takut dengan ancaman pelaku, takut malu apabila diketahui orang lain dan telah diberi imbalan (uang)
4.      Upaya penanggulangannya yaitu dengan upaya yang bersifat prefentif yang dilakukan oleh BINAMITRA POLRES Langsa tentang penyalahgunaan narboka, memberantas peredaran CD porno.
B. Saran
Beberapa saran sebagai berikut :
1.      Disarankan kepada para pemilik tiko kaset agar tidak menjual CD porno, dan kepada para orang tua agar selalu mengawasi anaknya. Tidak membiarkan anaknya sendirian di rumah maupuan di tempat bermainnya untuk menghidari terjadinya hal-hal buruk yang tidak diinginkan serta memberikan pendidikan yang cukup sesuai dengan usia anak.
2.      Mengajari anak-anak perbedaan antara sentuhan yang bermaksud baik dan sentuhan yang bermaksud tidak baik dengan menggunakan bahasa yang sederhana yang dimengerti abak- anak.
3.      Kepada aparatur penegak hukum agar lebih meningkatkan usaha dalam memberantas peredaran CD porno
4.      Kepada pelaku agar lebih medekatkan diri pada ajaran agama agar dapat menahan nafsu.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1.      Anwar Moch, H. A.K, Hukum Pidana Bagian Khusus (kuhp buku II) jilid 2, Alumni, Bandung 1981
2.      Darwan Printst, Hukum Anak Indonesia,PT Cintra Aditya Bakti, Medan, 2003.
3.      Handoko Tjondroputranto, Rukiah Handoko, Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2000
4.      Made Darma Weda, Kriminologi,Raja Grafindo, Jakarta,1996
5.      Romli Atmasasmita, Tiori dan Kapita Selekta Kriminologi, Ereco, Bandung, 1992
6.      SAnusi A.C.PengantarPenologi, Monora, Medan, 1977.
7.      Sianturi S.R., Tinda Pindana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1983
8.      Shanty Dellyana ,Wanita dan Anak di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988.
9.      Simanjutak B,Pengantar Kriminologi dan patologi Sosial, Tarsito, Bandung,1976.
10.  Soedjono D., Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention ), Alumni, Bandung, 1980
11.  Tapi Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto, Achie Sudiarti Luhulima, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni, Bandun, 2000












[1] R. Soesilo, Kitap Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar- komentanya Lengkap Padal Demi pasal,  Politeria, Bohor, 1991, hal.212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar